Jumat, 16 Maret 2012

Perkembangan HAM di Indonesia

Perkembangan HAM di Indonesia


A. Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pemahaman Ham di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup lama. Secara garis besar Prof. Bagir Manan pada bukunya Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia ( 2001 ), membagi perkembangan HAM pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 ), periode setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang ).
A.    Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )
Perkembangan HAM pada periode sebelum kemerdekaan memiliki ciri khas seperti besifat tradisional.Dengan cara yang sederhana,dipimpin oleh tokoh masyarakat,agama atau kalangan bangsawan,belum teroganisasi secara modern,dan khususnya perjuangan kemerdekaan masih mengandalkan kekuatan fisik persenjataan.contoh tokoh masyarakat yang menyelamatkan HAM adalah R.A Kartini dan Dewi Sartika,beliau memperjuangkan peningkatan harkat dan martabat kaum wanita pada masanya,perjuangan fisik yang mengandalkan kekuatan senjata,misalnya Si Singamangaraja,Cut Nyak Dien,Tuanku Imam Bonjol,Pangeran Diponogoro,Sultan Hasanudin,Patimura,dan tokoh lainya.
v  Perjuangan HAM pada masa Kebangkitan Nasional(1908)
Perkembangan HAM pada masa kebangkitan nasional di mulai dengan banyaknya kaum terpelajar  di Indonesia, maka semakin meningkat pula pemahaman dan kesadaran akan persamaan harkat dan martabat manusia terutama hak kemerdekaan dan kebebasan sebagai suatu bangsa.disamping itu ,meningkat pula pengetahuan dan cara-cara memperjuangkan hak kemerdekaan dengan itu terjadi perubahan strategi dari mengandalkan kekuatan fisik dengan strategi organisasi diplomasi dan politik.contoh-contoh perjuanganya sebagai berikut :
Ø  Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.
Ø  perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri..
Ø   Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.
Ø  Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
Ø  Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan
Ø   Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
v  Perjuangan HAM pada masa sumpah pemuda
Perkembangan HAM pada masa sumpah pemuda tepatnya tanggal 28 oktober 1928 yang bertujuan memberi pengaruh yang sangat kuat pada organisasi pergerakan nasional pada masa itu semula pada jaman itu banyak yang tidak berani secara tegas tujuan mencapai Indonesia merdeka,namun setelah adanya kongres pemuda, organsasi-organisasi mulai berani untuk menyatakan Indonesia merdeka.dalam masa itu banyak tumbuh partai-partai politik dengan asasnya masing-masing yang semuanya berujuan utamanya Indonesia merdeka.


B.    Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )
v  Periode awal kemerdekaan Indonesia (1945 – 1950)
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 1945 tidak mengatur secara rinci tentang HAM. Komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.
Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.pada masa berlakunya KRISS konstitusi republik indonesia serikat tahun 1949 dan UUDS 1950.Kedua UUD ini memuat lebih rinci tentang HAM terbukti dengan adanya pasal-pasal yang memuat tentang Hak Asasi Manusia yang di ambil dari Universal Declaration Of Human Righty.
v  Periode 1950 – 1959 (Masa Orde lama)
Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan tum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momen “ pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing – masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan. Pada masa pemerintahan ini hanya satu konvernsi ham yang di rativikasikan yaitu Hak politik wanita.
v  Periode 1959 – 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
v  Periode 1966 – 1998 (masa orde baru)
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak Asasi Manusia dan Hak – hak serta Kewajiban Warganegara.

Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang seperti Inonesia.
Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang concern terhaap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.
Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
v  Periode 1998 – sekarang (masa reformasi)
Pergantian rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( Undang – undang Dasar 1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang – undangam lainnya.


Penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Indonesia tengah disorot oleh dunia internasional. Desakan, tawaran bantuan teknis maupun kritikan telah dilontarkan oleh pihak luar,negara dan badan-badan internasional. Desakan terkuat tertuju pada percepatan penyelesaian kasus pelanggaran HAM Timtim.

            Hak Asasi Manusia sebenarnya bukan istilah baru di Indonesia, masalah ini telah tercantum dalam UUD 1945, dan secara tegas diatur sejak era reformasi bergulir. Produk Hukum yang mengaturnya diantaranya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Pencantuman dalam Amandemen II UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
            Walaupun UUD 1945 telah mengaturnya, namun kesadaran akan pentingnya penegakan HAM tumbuh di saat tumbangnya rezim otoriter. Masa transisi saat ini, telah memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada para pejuang HAM. Komnas HAM telah dibentuk dimasa pemerintahan Soeharto, namun dalam era reformasi ini kiprahnya terlihat lebih maksimal.
            Banyak permasalahan muncul dalam proses penegakan HAM saat ini. Permasalahan itu timbul disebabkan oleh Pengetahuan dan pengalaman yang terbatas tentang HAM, baik pada Lembaga-lembaga Negara, maupun masyarakat. Pengetahuan yang terbatas menyebabkan pembentukan dan pelaksanaan peraturan perundangan menjadi kurang dapat menjamin keadilan dan kepastian hukum. Intepretasi yang berbeda-beda terhadap peraturan perundangan menjadi topik sehari-hari.
            Perbedaan intpretasi peraturan tertulis menimbulkan polemik tentang proses penegakan HAM. Polemik yang berkembang berkisar pada beberapa masalah, diantaranya: Keabsahan pembentukan KPP HAM, Kewenangan memaksa KPP HAM dalam memanggil saksi dan tersangka, Penetapan Jaksa dan Hakim ad hoc yang independen dan penolakan intervensi pihak asing dalam proses pengakan HAM.
A. Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pemahaman Ham di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup lama. Secara garis besar Prof. Bagir Manan pada bukunya Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia ( 2001 ), membagi perkembangan HAM pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 ), periode setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang ).
A.    Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )
Perkembangan HAM pada periode sebelum kemerdekaan memiliki ciri khas seperti besifat tradisional.Dengan cara yang sederhana,dipimpin oleh tokoh masyarakat,agama atau kalangan bangsawan,belum teroganisasi secara modern,dan khususnya perjuangan kemerdekaan masih mengandalkan kekuatan fisik persenjataan.contoh tokoh masyarakat yang menyelamatkan HAM adalah R.A Kartini dan Dewi Sartika,beliau memperjuangkan peningkatan harkat dan martabat kaum wanita pada masanya,perjuangan fisik yang mengandalkan kekuatan senjata,misalnya Si Singamangaraja,Cut Nyak Dien,Tuanku Imam Bonjol,Pangeran Diponogoro,Sultan Hasanudin,Patimura,dan tokoh lainya.
v  Perjuangan HAM pada masa Kebangkitan Nasional(1908)
Perkembangan HAM pada masa kebangkitan nasional di mulai dengan banyaknya kaum terpelajar  di Indonesia, maka semakin meningkat pula pemahaman dan kesadaran akan persamaan harkat dan martabat manusia terutama hak kemerdekaan dan kebebasan sebagai suatu bangsa.disamping itu ,meningkat pula pengetahuan dan cara-cara memperjuangkan hak kemerdekaan dengan itu terjadi perubahan strategi dari mengandalkan kekuatan fisik dengan strategi organisasi diplomasi dan politik.contoh-contoh perjuanganya sebagai berikut :
Ø  Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.
Ø  perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri..
Ø   Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.
Ø  Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
Ø  Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan
Ø   Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
v  Perjuangan HAM pada masa sumpah pemuda
Perkembangan HAM pada masa sumpah pemuda tepatnya tanggal 28 oktober 1928 yang bertujuan memberi pengaruh yang sangat kuat pada organisasi pergerakan nasional pada masa itu semula pada jaman itu banyak yang tidak berani secara tegas tujuan mencapai Indonesia merdeka,namun setelah adanya kongres pemuda, organsasi-organisasi mulai berani untuk menyatakan Indonesia merdeka.dalam masa itu banyak tumbuh partai-partai politik dengan asasnya masing-masing yang semuanya berujuan utamanya Indonesia merdeka.


B.    Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )
v  Periode awal kemerdekaan Indonesia (1945 – 1950)
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 1945 tidak mengatur secara rinci tentang HAM. Komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.
Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.pada masa berlakunya KRISS konstitusi republik indonesia serikat tahun 1949 dan UUDS 1950.Kedua UUD ini memuat lebih rinci tentang HAM terbukti dengan adanya pasal-pasal yang memuat tentang Hak Asasi Manusia yang di ambil dari Universal Declaration Of Human Righty.
v  Periode 1950 – 1959 (Masa Orde lama)
Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan tum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momen “ pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing – masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan. Pada masa pemerintahan ini hanya satu konvernsi ham yang di rativikasikan yaitu Hak politik wanita.
v  Periode 1959 – 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
v  Periode 1966 – 1998 (masa orde baru)
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak Asasi Manusia dan Hak – hak serta Kewajiban Warganegara.

Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang seperti Inonesia.
Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang concern terhaap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.
Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
v  Periode 1998 – sekarang (masa reformasi)
Pergantian rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( Undang – undang Dasar 1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang – undangam lainnya.


Penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Indonesia tengah disorot oleh dunia internasional. Desakan, tawaran bantuan teknis maupun kritikan telah dilontarkan oleh pihak luar,negara dan badan-badan internasional. Desakan terkuat tertuju pada percepatan penyelesaian kasus pelanggaran HAM Timtim.

            Hak Asasi Manusia sebenarnya bukan istilah baru di Indonesia, masalah ini telah tercantum dalam UUD 1945, dan secara tegas diatur sejak era reformasi bergulir. Produk Hukum yang mengaturnya diantaranya Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Pencantuman dalam Amandemen II UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
            Walaupun UUD 1945 telah mengaturnya, namun kesadaran akan pentingnya penegakan HAM tumbuh di saat tumbangnya rezim otoriter. Masa transisi saat ini, telah memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada para pejuang HAM. Komnas HAM telah dibentuk dimasa pemerintahan Soeharto, namun dalam era reformasi ini kiprahnya terlihat lebih maksimal.
            Banyak permasalahan muncul dalam proses penegakan HAM saat ini. Permasalahan itu timbul disebabkan oleh Pengetahuan dan pengalaman yang terbatas tentang HAM, baik pada Lembaga-lembaga Negara, maupun masyarakat. Pengetahuan yang terbatas menyebabkan pembentukan dan pelaksanaan peraturan perundangan menjadi kurang dapat menjamin keadilan dan kepastian hukum. Intepretasi yang berbeda-beda terhadap peraturan perundangan menjadi topik sehari-hari.
            Perbedaan intpretasi peraturan tertulis menimbulkan polemik tentang proses penegakan HAM. Polemik yang berkembang berkisar pada beberapa masalah, diantaranya: Keabsahan pembentukan KPP HAM, Kewenangan memaksa KPP HAM dalam memanggil saksi dan tersangka, Penetapan Jaksa dan Hakim ad hoc yang independen dan penolakan intervensi pihak asing dalam proses pengakan HAM.

Rabu, 14 Maret 2012

BUKTI-BUKTI PENINGGALAN SEJARAH MASA PRAAKSARA DAN AKSARA

BUKTI-BUKTI PENINGGALAN SEJARAH MASA PRAAKSARA DAN AKSARA

Kata Pengantar

            “Om Swastyastu”                                                                                                                  
            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas karunia dan perlindungannya, sehingga kami dapat bekerja dengan tenang untuk menyelesaikan laporan sejarah yang berkaitan dengan peninggalan-peninggalan masa pra aksara dan masa aksara.
            Kami mengumpulkan laporan sejarah ini dengan melakukan observasi dan mencari berbagai bahan melalui sumber-sumber terpercaya, baik melalui buku-buku pelajaran dan internet.
            Tugas ini membahas mengenai bukti-bukti berupa barang-barang peninggalan sejarah, dari masa pra aksara maupun masa aksara. Di harapkan dengan selesainya tugas ini, dapat digunakan dan berguna untuk siswa-siswa berikutnya.
            Tugas ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena itu, masih ada kesalahan-kesalahan yang mendasar. Maka dari itu kami ucapkan mohon maaf sebesar-besarnya.






Sukawati, 28 November 2010
Kelompok 













Daftar Isi

Kata Pengantar                                                                                                                       1
Daftar Isi                                                                                                                                 2
BAB I
1.1  Latar Belakang                                                                                                      3
1.2  Rumusan Masalah                                                                                                 3
1.3  Tujuan                                                                                                                   3
1.4  Manfaat                                                                                                                 3

BAB II
            2.1 Kajian Pustaka                                                                                                      3
            2.2 Paparan Landasan Teori                                                                                        4

BAB III
            3.1 Metodelogi Penelitian                                                                                           4
            3.2 Alat                                                                                                                       4

BAB IV
            4.1 Pembahasan                                                                                                          5
                        a. Masa Praaksara                                                                                            5
                        b. Masa Aksara                                                                                               12
BAB V
            5.1 Kesimpulan                                                                                                           16
            5.2 Penutup                                                                                                                 16
            5.3 Lampiran                                                                                                               16












BAB I

1.1           Latar Belakang
            Latar Belakang kami mengerjakan tugas ini tidak lain untuk mendapatkan nilai dari guru sejarah kami selain itu, kami juga ingin mengetahui apa saja peninggalan-peninggalan pada masa praaksara maupun aksara untuk menambah wawasan kami r tentang sejarah.

            Serta agar kami dapat mengenal museum-museum maupun tempat peninggalan-peninggalan purbakala di sekitar tempat tinggal kita yang sebelumnya tidak kita kenal.

1.2           Rumusan Masalah
Yang pertama kami membahas arti penting dari Masa Praaksara maupun Masa Aksara.
Kedua, kami juga membahas bermacam-macam peninggalan baik masa yang belum mengenal tulisan maupun masa yang sudah mengenal tulisan.

1.3           Tujuan
Tujuan kami menyelesaikan tugas ini ialah agar dapat berguna bagi teman-teman yang hendak membaca. Selain itu, tujuan kami ialah untuk menambahkan wawasan kami, serta teman-teman tentang peninggalan-peninggalan masa pra aksara dan aksara. Serta untuk menumbuhkan rasa peduli sejarah.

1.4    Manfaat
Manfaat tugas ini ialah demi menambah wawasan serta pengetahuan terhadap peninggalan-peninggalan sejarah.

BAB II
2.1    Kajian Pustaka
          Sumber buku kami dapatkan dari,
            Prof. Dr. M. Habib Mustopo dkk. 2006. Sejarah. Jakarta : Yudisthira
            Sumber internet kami dapatkan dari,
            www.wikipedia.com



2.2    Paparan Landasan Teori
          Masa Praaksara ialah suatu masa dimana mayoritas masyarakat belum mengenal tulisan, serta dalam pengungkapan sejarah nya masih secara lisan. Ciri-ciri daripada masa ini ialah, belum mengenal tulisan, pengungkapan sejarah dilakukan secara lisan, dan Masa Praaksara sering disebut sebagai tradisi lisan. Dan Masa Praaksara ini sering dikatakan mendahului tradisi tulis/ Masa Aksara. Jejak sejarah dalam tradisi lisan/ Masa Praaksara dapat diikuti dalam sumber-sumber sejarah yaitu sbb,  Folkor, Mitos, Legenda, Upacara-upacara Adat.
            Masa Aksara ialah suatu masa dimana mayoritas masyarakat sudah mengenal tulisan, dan dalam pengungkapannya sudah ada bukti-bukti sejarah yang mendukung seperti prasasti, dokumen, dll. Dalam penelitiannya Masa Aksara/ tradisi tulis lumayan mudah dalam mengikuti jejaknya. Jejak Sejarah dalam tradisi lisan/ Masa Aksara dapat diikuti dalam sumber-sumber sejarah yaitu sbb, prasasti, kitab kuno,dll.

BAB III

3.1    Metodelogi Penelitian
          Metode Penelitian Lapangan/ Observasi

3.2    Alat
            Laptop, sepeda motor, buku catatan, pulpen.

BAB IV
4.1    Pembahasan


a.     Masa Praaksara
MENHIR



menhir-champ-dolent-day.jpg






Menhir adalah batu tunggal (monolith) yang berasal dari periode Neolitikum (6000/4000 SM-2000 SM) yang berdiri tegak di atas tanah. Istilah menhir diambil dari bahasa Keltik dari kata men (batu) dan hir (panjang). Menhir biasanya didirikan secara tunggal atau berkelompok sejajar di atas tanah. Diperkirakan benda prasejarah ini didirikan oleh manusia prasejarah untuk melambangkan phallus, yakni simbol kesuburan untuk bumi.
Menhir adalah batu yang serupa dengan dolmen dan cromlech, merupakan batuan dari periode Neolitikum yang umum ditemukan di Perancis, Inggris, Irlandia, Spanyol dan Italia. Batu-batu ini dinamakan juga megalith (batu besar) dikarenakan ukurannya. Mega dalam bahasa Yunani artinya besar dan lith berarti batu. Para arkeolog mempercayai bahwa situs ini digunakan untuk tujuan religius dan memiliki makna simbolis sebagai sarana penyembahan arwah nenek moyang.




DOLMEN
dolmen-1024.jpg


Dolmen adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang. Di bawah dolmen biasanya sering ditemukan kubur batu. Dolmen yang merupakan tempat pemujaan misalnya ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat. Dolmen yang mempunyai panjang 325 cm, lebar 145 cm, tinggi 115 cm ini disangga oleh beberapa batu besar dan kecil. Hasil penggalian tidak menunjukkan adanya sisa-sisa penguburan. Benda-benda yang ditemukan di antaranya adalah manik-manik dan gerabah.









WARUGA

waruga5.jpg



Waruga adalah kubur atau makam leluhur orang Minahasa yang terbuat dari batu dan terdiri dari dua bagian. Bagian atas berbentuk segitiga seperti bubungan rumah dan bagian bawah berbentuk kotak yang bagian tengahnya ada ruang.
Mula-mula Suku Minahasa jika mengubur orang meninggal sebelum ditanam terlebih dulu dibungkus dengan daun woka (sejenis janur). Lambat laun, terjadi perubahan dalam kebiasaan menggunakan daun woka. Kebiasaan dibungkus daun ini berubah dengan mengganti wadah rongga pohon kayu atau nibung kemudian orang meninggal dimasukkan ke dalam rongga pohon lalu ditanam dalam tanah. Baru sekitar abad IX Suku Minahasa mulai menggunakan waruga. Orang yang telah meninggal diletakkan pada posisi menghadap ke utara dan didudukkan dengan tumit kaki menempel pada pantat dan kepala mencium lutut. Tujuan dihadapkan ke bagian Utara yang menandakan bahwa nenek moyang Suku Minahasa berasal dari bagian Utara. Sekitar tahun 1860 mulai ada larangan dari Pemerintah Belanda menguburkan orang meninggal dalam waruga.
Kemudian di tahun 1870, Suku Minahasa mulai membuat peti mati sebagai pengganti waruga, karena waktu itu mulai berjangkit berbagai penyakit, di antaranya penyakit tipus dan kolera. Dikhawatirkan, si meninggal menularkan bibit penyakit tipus dan kolera melalui celah yang terdapat di antara badan waruga dan cungkup waruga. Bersamaan dengan itu pula, agama Kristen mengharuskan mayat dikubur di dalam tanah mulai menyebar di Minahasa. Waruga yang memiliki ukiran dan relief umumnya terdapat di Tonsea. Ukiran dan relief tersebut menggambarkan berapa jasad yang tersimpan di waruga yang bersangkutan sekaligus menggambarkan mata pencarian atau pekerjaan orang tersebut semasa hidup.
Di Minahasa bagian utara, pada awalnya waruga-waruga yang ada tersebar yang akhirnya dikumpulkan pada satu tempat. Saat ini waruga yang tersebar tersebut dikumpulkan di Desa Sawangan, Kabupaten Minahasa Utara, yaitu sebuah desa yang terletak di antara Tondano (ibukota Kabupaten Minahasa) dengan Airmadidi (ibukota Kabupaten Minahasa Utara). Kini lokasi waruga-waruga di Desa Sawangan tersebut menjadi salah satu tujuan wisata sejarah di Sulawesi Utara.


MOKO

images.jpeg







Moko adalah benda kebudayaan dari perunggu yang bentuknya seperti dandang yang terlungkup. Beberapa teori mengatakan bahwa Moko berasal dari Kebudayaan Dongson di Vietnam Utara, sedangkan orang Alor sendiri percaya bahwa Moko berasal dari tanah.
Moko dimiliki terutama oleh para bangsawan karena nilainya sangat tinggi.

Kegunaan dari Moko
Moko digunakan oleh masyarakat Alor sebagai mas kawin karena dipercaya dapat mengikat perkawinan. Selain itu juga digunakan sebagai gendang untuk mengiringi tarian adat.






SARKOFAGUS

IMG0051A.jpg



Sarkofagus adalah suatu tempat untuk menyimpan jenazah. Sarkofagus umumnya dibuat dari batu. Kata "sarkofaus" berasal dari bahasa Yunani σάρξ (sarx, "daging") dan φαγενειν (phagein,"memakan"), dengan demikian sarkofagus bermakna "memakan daging".
Sarkofagus sering disimpan di atas tanah oleh karena itu sarkofagus seringkali diukir, dihias dan dibuat dengan teliti. Beberapa dibuat untuk dapat berdiri sendiri, sebagai bagian dari sebuah makam atau beberapa makam sementara beberapa yang lain dimaksudkan untuk disimpan di ruang bawah tanah. Di Mesir kuno, sarkofagus merupakan lapisan perlindungan bagi mumi keluarga kerajaan dan kadang-kadang dipahat dengan alabaster
Sarkofagus - kadang-kadang dari logam atau batu kapur – juga digunakan oleh orang Romawi kuno sampai datangnya agama Kristen yang mengharuskan mayat untuk dikubur di dalam tanah




KAPAK PERIMBAS BERPUNAK

IMG0012A.jpg






            Kapak ini berasal dari Jaman Paleolitikum, dan termasuk ke dalam Masa Praaksara. Dan ditemukan di Desa Trunyan dan Abang. Serta ditemukan pada tahun 1961, 1962, dan 1964

KAPAK PIPIH



IMG0017A.jpg

            Kapak Pipih ini berasal dari zaman Neolitikum, dan sama seperti Kapak Perimbas Berpunak kapak ini termasuk ke dalam Masa Praaksara. Dan ditemukan di Desa Tarukan, Paulu, serta Tampaksiring. Serta ditemukan pada tahun 1960, 1964, 1965, dan 1971.

            Kapak-kapak ini berguna untuk memotong daging, dan untuk melindungi dari binatang buas.

GELANG TERBUAT DARI PERUNGGU
IMG0022A.jpg

            Gelang ini berasal dari zaman perunggu ,yang berfungsi sebagai perhiasan untuk mencirikan status social pada suatu suku. Ditemukan di Bangli pada tahun 1961.




GELANG DARI TANAH LIAT



IMG0039A.jpg



            Gelang ini ditemukan di Gilimanuk. Dan sama seperti gelang sebelumnya, perhiasan ini berguna untuk menunjukkan status social masyarakat dalam suatu suku. Serta ditemukkan pada tahun, 1963. Gelang ini terbuat dari tanah liat dan beberapa batu pualam.






TEMPAYAN BERHIAS   

IMG0038A.jpg

            Tempayan Berhias ini ditemukan di Gilimanuk, pada tahun 1969. Dan tempayan ini berguna untuk menyimpan makanan, sayur-sayuran, dan beras. Tempayan ini terbuat dari tanah liat yang dibakar.

PRIUK BERHIAS

IMG0041A.jpgIMG0040A.jpg

            Priuk ini ditemukan di Gilimanuk, pada tahun 1962. Dan digunakan untuk menyimpan air. Priuk ini terbuat dari tanah liat yang dibakar.







PERALATAN & PENINGGALAN YANG TERBUAT DARI TULANG






IMG0029A.jpg
                                                         


            Peralatan dan peninggalan ini berasal dari zaman Mesolitikum atau Batu Pertengahan. Peninggalan-peninggalan ini berupa serpihan tulang binatang, kerang laut (sisa-sisa makanan), alat-alat tusuk yang runcing di kedua ujungnya dan berbahan tulang atau sering disebut muduk point . Barang-barang peninggalan ini berasal dari Goa Selonding dan Karang Boma di Pecatu, Kabupaten Badung. Dan ditemukan pada tahun 1962. Serta menurut perkiraan fungsinya sebagai alat yang digunakan untuk menusuk atau mengiris daging.

KREWENG/ PECAHAN GENTING BERHIAS


IMG0037A.jpgIMG0036A.jpg



                Kreweng/ pecahan genting yang berhias ini ditemukan di Gilimanuk, dan dari daerah Cekik- Negara, dan ditemukan pada tahun 1962 dan 1961.

b.    Masa Aksara
PECAHAN PRASASTI
IMG0009B.jpg
            Pecahan Prasasti Bedulu yang ditulis dengan huruf Bali Kuno merupakan peninggalan pada masa Aksara. Prasasti ini ditemukan di Tengkulak, Gianyar.
MATA UANG BOMA
IMG0010B.jpg
            Mata uang Boma ditemukan di Petang, Pawacana, Negara, dan Bedulu. Mata uang ini membuktikan bahwa masyarakat pada masa ini telah mempergunakan uang sebagai alat yang digunakan untuk transaksi suatu benda. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, pada masa ini, system barter/ tukar- menukar barang sudah tidak digunakan lagi. Selain itu dapat juga diketahui bahwa pada masa ini pula, masyarakat sudah mengenal angka dan jumlah.



TEMPAT BEDAK
IMG0070A.jpgIMG0072A.jpg
            Tempat Bedak yang berasal dari Dinasti Sang, Yuan Ming dari abad ke 13, 14, 16. Tempat bedak ini terbuat dari kaca dan dihiasi dengan ornament bunga.
GUCI TANAH LIAT
IMG0073A.jpgIMG0074A.jpg
            Guci ini berasal dari zaman dinasti Sang dan Mon, dan ditemukkan pada abad, 9, 10, 12, dan, 15. Terbuat dari campuran tanah. Guci ini digunakan sebagai hiasan, dan juga pajangan.
PIRING KERAMIK
IMG0077A.jpgIMG0078A.jpg
            Piring Keramik ini berasal dari zaman dinasti Ching, pada abad 12 masehi. Piring ini terbuat dari keramik dengan dihiasi dengan ornamen. Dan digunakan untuk makan.


GUCI KERAMIK
IMG0079A.jpgIMG0080A.jpg
            Guci ini berasal dari dinasti Sang dan Yuan, abad ke 8, 13, 14, dan 17. Guci terbuat tanah liat, yang berfungsi sebagai hiasan dan tempat menaruh air.
VAS BUNGA
IMG0081A.jpg
            Vas bunga ini berasal dari China abad ke 16 dan 17 masehi. Terbuat dari keramik.
TEMPAT BEDAK
IMG0083A.jpg
            Tempat bedak ini berasal dari China pada abad ke 16 dan 17 masehi. Terbuat dari keramik, serta dihiasi dengna ornament.



GUCI KERDIL
IMG0084A.jpg
            Guci Kerdil berasal dari China abad 16 dan 17 masehi. Terbuat dari tanah liat. Dan digunakan untuk menyimpan air.
PRASASTI BLANJONG
images.jpg
Prasasti Blanjong (atau Belanjong) adalah sebuah prasasti yang memuat sejarah tertulis tertua tentang Pulau Bali. Pada prasasti ini disebutkan kata Walidwipa, yang merupakan sebutan untuk Pulau Bali. Prasasti ini bertarikh 913 M, dan dikeluarkan oleh seorang raja Bali yang bernama Sri Kesari Warmadewa.
Prasasti Blanjong ditemukan di dekat banjar Blanjong, desa Sanur Kauh, di daerah Sanur, Denpasar, Bali. Bentuknya berupa pilar batu setinggi 177 cm, dan bergaris tengah 62 cm. Prasasti ini unik karena bertuliskan dua macam huruf; yaitu huruf Pra-Nagari dengan menggunakan bahasa Bali Kuno, dan huruf Kawi dengan menggunakan bahasa Sanskerta.





BAB V
5.1 Kesimpulan
            Berdasarkan tugas yang kami buat ini, dapat ditarik kesimpulan yaitu, bahwa pada masa Praaksara, peninggalan yang paling dominan berupa sarkofagus, menhir, dolmen, dan hal-hal yang berhubungan dengan roh-roh leluhur, serta berupa alat-alat yang digunakan untuk bertahan hidup dan mencari makan. Lalu pada masa ini rata-rata masyarakat, hidup berpindah-pindah (nomaden) dapat diketahui melalui tidak adanya alat-alat rumah tangga yang dapat ditinggalkan, melainkan banyak alat-alat yang terbuat dari batu, perunggu, tulang binatang, yang dapat dibawa kemana-mana.
 Lalu pada masa Aksara peninggalan-peninggalannya yang dominan berupa prasasti-prasasti, dan alat-alat rumah  tangga berupa piring, guci, dll, serta pada zaman ini sudah dikenal mata uang.
5.2 Penutup
            Demikian laporan kami ini, yang kami buat dengan sungguh-sungguh, dan berdasarkan beberapa bukti serta sumber-sumber yang ada. Namun, manusia tidak luput dari kesalahan sehingga laporan ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari ibu, demi penyempurnaan tugas kami selanjutnya. Kami mohon maaf sebesar-besarnya apabila ada kesalahan maupun kekurangan yang ada di dalam laporan kami. Terima Kasih.
5.3 Lampiran
IMG0035A.jpgIMG0052A.jpg
IMG0054A.jpgIMG0088A.jpg
IMG0091A.jpgIMG0067A.jpg
IMG0028A.jpgIMG0089A.jpg