Perkembangan HAM di Indonesia
A. Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pemahaman
Ham di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di
masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup
lama. Secara garis besar Prof. Bagir Manan pada bukunya Perkembangan
Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia ( 2001 ), membagi perkembangan
HAM pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebelum
Kemerdekaan ( 1908 – 1945 ), periode setelah Kemerdekaan ( 1945 –
sekarang ).
A. Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )
Perkembangan
HAM pada periode sebelum kemerdekaan memiliki ciri khas seperti besifat
tradisional.Dengan cara yang sederhana,dipimpin oleh tokoh
masyarakat,agama atau kalangan bangsawan,belum teroganisasi secara
modern,dan khususnya perjuangan kemerdekaan masih mengandalkan kekuatan
fisik persenjataan.contoh tokoh masyarakat yang menyelamatkan HAM adalah
R.A Kartini dan Dewi Sartika,beliau memperjuangkan peningkatan harkat
dan martabat kaum wanita pada masanya,perjuangan fisik yang mengandalkan
kekuatan senjata,misalnya Si Singamangaraja,Cut Nyak Dien,Tuanku Imam
Bonjol,Pangeran Diponogoro,Sultan Hasanudin,Patimura,dan tokoh lainya.
v Perjuangan HAM pada masa Kebangkitan Nasional(1908)
Perkembangan
HAM pada masa kebangkitan nasional di mulai dengan banyaknya kaum
terpelajar di Indonesia, maka semakin meningkat pula pemahaman dan
kesadaran akan persamaan harkat dan martabat manusia terutama hak
kemerdekaan dan kebebasan sebagai suatu bangsa.disamping itu ,meningkat
pula pengetahuan dan cara-cara memperjuangkan hak kemerdekaan dengan itu
terjadi perubahan strategi dari mengandalkan kekuatan fisik dengan
strategi organisasi diplomasi dan politik.contoh-contoh perjuanganya
sebagai berikut :
Ø Boedi
Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah
memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat
melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun
dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM
Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan
pendapat.
Ø perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri..
Ø Partai
Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme
lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu –
isu yang berkenan dengan alat produksi.
Ø Indische
Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan
kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
Ø Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan
Ø Organisasi
Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu hak
untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak
berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk
turut dalam penyelenggaraan Negara.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
v Perjuangan HAM pada masa sumpah pemuda
Perkembangan
HAM pada masa sumpah pemuda tepatnya tanggal 28 oktober 1928 yang
bertujuan memberi pengaruh yang sangat kuat pada organisasi pergerakan
nasional pada masa itu semula pada jaman itu banyak yang tidak berani
secara tegas tujuan mencapai Indonesia merdeka,namun setelah adanya
kongres pemuda, organsasi-organisasi mulai berani untuk menyatakan
Indonesia merdeka.dalam masa itu banyak tumbuh partai-partai politik
dengan asasnya masing-masing yang semuanya berujuan utamanya Indonesia
merdeka.
B. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )
v Periode awal kemerdekaan Indonesia (1945 – 1950)
Pemikiran
HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak
kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan
serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di
parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena
telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara (
konstitusi ) yaitu, UUD 1945 tidak mengatur secara rinci tentang HAM.
Komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam
Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.
Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.pada masa berlakunya KRISS konstitusi republik indonesia serikat tahun 1949 dan UUDS 1950.Kedua UUD ini memuat lebih rinci tentang HAM terbukti dengan adanya pasal-pasal yang memuat tentang Hak Asasi Manusia yang di ambil dari Universal Declaration Of Human Righty.
Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.pada masa berlakunya KRISS konstitusi republik indonesia serikat tahun 1949 dan UUDS 1950.Kedua UUD ini memuat lebih rinci tentang HAM terbukti dengan adanya pasal-pasal yang memuat tentang Hak Asasi Manusia yang di ambil dari Universal Declaration Of Human Righty.
v Periode 1950 – 1959 (Masa Orde lama)
Periode
1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan
tum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi
semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat
di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan
pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami periode
Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momen “
pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut
ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak
tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing –
masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul
menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari
demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan
demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi
dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil
rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif.
Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang
kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang
kebebasan. Pada masa pemerintahan ini hanya satu konvernsi ham yang di
rativikasikan yaitu Hak politik wanita.
v Periode 1959 – 1966
Pada
periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi
terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi
Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat
pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi
terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran
supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam
kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu
hak sipil dan dan hak politik.
v Periode 1966 – 1998 (masa orde baru)
Setelah
terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat
untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai
seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada
tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan
Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah
Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum
II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review )
untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan
TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah
menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak
Asasi Manusia dan Hak – hak serta Kewajiban Warganegara.
Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang seperti Inonesia.
Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang concern terhaap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.
Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
v Periode 1998 – sekarang (masa reformasi)
Pergantian
rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat besar
pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai
dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru
yang beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya
dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan
dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan
kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan
banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait
dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional
dalam bidang HAM.
Strategi
penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap
status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap
penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan
tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( Undang – undang Dasar
1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan
pemerintah dan ketentuan perundang – undangam lainnya.
Penyelesaian
kasus pelanggaran HAM di Indonesia tengah disorot oleh dunia
internasional. Desakan, tawaran bantuan teknis maupun kritikan telah
dilontarkan oleh pihak luar,negara dan badan-badan internasional.
Desakan terkuat tertuju pada percepatan penyelesaian kasus pelanggaran
HAM Timtim.
Hak Asasi Manusia sebenarnya bukan istilah baru di Indonesia, masalah
ini telah tercantum dalam UUD 1945, dan secara tegas diatur sejak era
reformasi bergulir. Produk Hukum yang mengaturnya diantaranya Tap MPR
No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Pencantuman dalam Amandemen
II UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU
No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Walaupun UUD 1945 telah mengaturnya, namun kesadaran akan pentingnya
penegakan HAM tumbuh di saat tumbangnya rezim otoriter. Masa transisi
saat ini, telah memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada para
pejuang HAM. Komnas HAM telah dibentuk dimasa pemerintahan Soeharto,
namun dalam era reformasi ini kiprahnya terlihat lebih maksimal.
Banyak permasalahan muncul dalam proses penegakan HAM saat ini.
Permasalahan itu timbul disebabkan oleh Pengetahuan dan pengalaman yang
terbatas tentang HAM, baik pada Lembaga-lembaga Negara, maupun
masyarakat. Pengetahuan yang terbatas menyebabkan pembentukan dan
pelaksanaan peraturan perundangan menjadi kurang dapat menjamin keadilan
dan kepastian hukum. Intepretasi yang berbeda-beda terhadap peraturan
perundangan menjadi topik sehari-hari.
Perbedaan intpretasi peraturan tertulis menimbulkan polemik tentang
proses penegakan HAM. Polemik yang berkembang berkisar pada beberapa
masalah, diantaranya: Keabsahan pembentukan KPP HAM, Kewenangan memaksa
KPP HAM dalam memanggil saksi dan tersangka, Penetapan Jaksa dan Hakim
ad hoc yang independen dan penolakan intervensi pihak asing dalam proses
pengakan HAM.
A. Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pemahaman
Ham di Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di
masyarakat dan acuan bertindak pada dasarnya berlangsung sudah cukup
lama. Secara garis besar Prof. Bagir Manan pada bukunya Perkembangan
Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia ( 2001 ), membagi perkembangan
HAM pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebelum
Kemerdekaan ( 1908 – 1945 ), periode setelah Kemerdekaan ( 1945 –
sekarang ).
A. Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )
Perkembangan
HAM pada periode sebelum kemerdekaan memiliki ciri khas seperti besifat
tradisional.Dengan cara yang sederhana,dipimpin oleh tokoh
masyarakat,agama atau kalangan bangsawan,belum teroganisasi secara
modern,dan khususnya perjuangan kemerdekaan masih mengandalkan kekuatan
fisik persenjataan.contoh tokoh masyarakat yang menyelamatkan HAM adalah
R.A Kartini dan Dewi Sartika,beliau memperjuangkan peningkatan harkat
dan martabat kaum wanita pada masanya,perjuangan fisik yang mengandalkan
kekuatan senjata,misalnya Si Singamangaraja,Cut Nyak Dien,Tuanku Imam
Bonjol,Pangeran Diponogoro,Sultan Hasanudin,Patimura,dan tokoh lainya.
v Perjuangan HAM pada masa Kebangkitan Nasional(1908)
Perkembangan
HAM pada masa kebangkitan nasional di mulai dengan banyaknya kaum
terpelajar di Indonesia, maka semakin meningkat pula pemahaman dan
kesadaran akan persamaan harkat dan martabat manusia terutama hak
kemerdekaan dan kebebasan sebagai suatu bangsa.disamping itu ,meningkat
pula pengetahuan dan cara-cara memperjuangkan hak kemerdekaan dengan itu
terjadi perubahan strategi dari mengandalkan kekuatan fisik dengan
strategi organisasi diplomasi dan politik.contoh-contoh perjuanganya
sebagai berikut :
Ø Boedi
Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah
memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat
melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun
dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM
Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan
pendapat.
Ø perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri..
Ø Partai
Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme
lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu –
isu yang berkenan dengan alat produksi.
Ø Indische
Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan
kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
Ø Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan
Ø Organisasi
Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu hak
untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak
berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk
turut dalam penyelenggaraan Negara.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
v Perjuangan HAM pada masa sumpah pemuda
Perkembangan
HAM pada masa sumpah pemuda tepatnya tanggal 28 oktober 1928 yang
bertujuan memberi pengaruh yang sangat kuat pada organisasi pergerakan
nasional pada masa itu semula pada jaman itu banyak yang tidak berani
secara tegas tujuan mencapai Indonesia merdeka,namun setelah adanya
kongres pemuda, organsasi-organisasi mulai berani untuk menyatakan
Indonesia merdeka.dalam masa itu banyak tumbuh partai-partai politik
dengan asasnya masing-masing yang semuanya berujuan utamanya Indonesia
merdeka.
B. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )
v Periode awal kemerdekaan Indonesia (1945 – 1950)
Pemikiran
HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak
kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan
serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di
parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena
telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara (
konstitusi ) yaitu, UUD 1945 tidak mengatur secara rinci tentang HAM.
Komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam
Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.
Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.pada masa berlakunya KRISS konstitusi republik indonesia serikat tahun 1949 dan UUDS 1950.Kedua UUD ini memuat lebih rinci tentang HAM terbukti dengan adanya pasal-pasal yang memuat tentang Hak Asasi Manusia yang di ambil dari Universal Declaration Of Human Righty.
Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.pada masa berlakunya KRISS konstitusi republik indonesia serikat tahun 1949 dan UUDS 1950.Kedua UUD ini memuat lebih rinci tentang HAM terbukti dengan adanya pasal-pasal yang memuat tentang Hak Asasi Manusia yang di ambil dari Universal Declaration Of Human Righty.
v Periode 1950 – 1959 (Masa Orde lama)
Periode
1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan
tum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi
semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat
di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan
pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami periode
Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momen “
pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut
ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak
tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing –
masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul
menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari
demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan
demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi
dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil
rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif.
Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang
kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang
kebebasan. Pada masa pemerintahan ini hanya satu konvernsi ham yang di
rativikasikan yaitu Hak politik wanita.
v Periode 1959 – 1966
Pada
periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi
terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi
Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat
pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi
terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran
supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam
kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu
hak sipil dan dan hak politik.
v Periode 1966 – 1998 (masa orde baru)
Setelah
terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat
untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai
seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada
tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan
Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah
Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum
II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review )
untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan
TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah
menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak – hak
Asasi Manusia dan Hak – hak serta Kewajiban Warganegara.
Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang seperti Inonesia.
Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang concern terhaap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993.
Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
v Periode 1998 – sekarang (masa reformasi)
Pergantian
rezim pemerintahan pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat besar
pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai
dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru
yang beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya
dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan
dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan
kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan
banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait
dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional
dalam bidang HAM.
Strategi
penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap
status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. pada tahap
penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang – undangan
tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( Undang – undang Dasar
1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan
pemerintah dan ketentuan perundang – undangam lainnya.
Penyelesaian
kasus pelanggaran HAM di Indonesia tengah disorot oleh dunia
internasional. Desakan, tawaran bantuan teknis maupun kritikan telah
dilontarkan oleh pihak luar,negara dan badan-badan internasional.
Desakan terkuat tertuju pada percepatan penyelesaian kasus pelanggaran
HAM Timtim.
Hak Asasi Manusia sebenarnya bukan istilah baru di Indonesia, masalah
ini telah tercantum dalam UUD 1945, dan secara tegas diatur sejak era
reformasi bergulir. Produk Hukum yang mengaturnya diantaranya Tap MPR
No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Pencantuman dalam Amandemen
II UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU
No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Walaupun UUD 1945 telah mengaturnya, namun kesadaran akan pentingnya
penegakan HAM tumbuh di saat tumbangnya rezim otoriter. Masa transisi
saat ini, telah memberikan ruang gerak yang lebih luas kepada para
pejuang HAM. Komnas HAM telah dibentuk dimasa pemerintahan Soeharto,
namun dalam era reformasi ini kiprahnya terlihat lebih maksimal.
Banyak permasalahan muncul dalam proses penegakan HAM saat ini.
Permasalahan itu timbul disebabkan oleh Pengetahuan dan pengalaman yang
terbatas tentang HAM, baik pada Lembaga-lembaga Negara, maupun
masyarakat. Pengetahuan yang terbatas menyebabkan pembentukan dan
pelaksanaan peraturan perundangan menjadi kurang dapat menjamin keadilan
dan kepastian hukum. Intepretasi yang berbeda-beda terhadap peraturan
perundangan menjadi topik sehari-hari.
Perbedaan intpretasi peraturan tertulis menimbulkan polemik tentang
proses penegakan HAM. Polemik yang berkembang berkisar pada beberapa
masalah, diantaranya: Keabsahan pembentukan KPP HAM, Kewenangan memaksa
KPP HAM dalam memanggil saksi dan tersangka, Penetapan Jaksa dan Hakim
ad hoc yang independen dan penolakan intervensi pihak asing dalam proses
pengakan HAM.